Orang Tua Harus Tau 6 Cara Mengatasi Anak yang Sering Berkata Kasar


Bila anak berkata kasar, orangtua kerap bingung, apa yang harus dilakukan. Misalnya, anak berkata, “Ha ha ha... dasar bego, masa begitu aja enggak bisa,” cetusnya.

Memang, pergaulan di usia prasekolah yang semakin luas (tak hanya di dalam rumah lagi, namun di luar rumah dan di sekolah), selain memberikan efek positif, juga dapat menyumbangkan efek negatif.


Salah satu efek negatif itu, anak jadi mendapat perbendaharaan kata-kata kasar atau jorok yang menyebabkan para orangtua bingung dalam mengatasi perilaku si balita yang satu ini.

Dari kacamata psikologi, peniruan merupakan salah satu faktor penyebab yang melatarbelakangi anak berkata kasar.



Perilaku suka meniru amat melekat pada anak-anak usia prasekolah. Apa yang dilihat atau didengar di lingkungannya, akan ditiru anak. Begitu ada sesuatu yang baru di lingkungan, termasuk kata-kata kasar atau jorok akan cepat diadopsinya.

Selain itu, kemampuan anak di bawah usia lima tahun bisa mempelajari hal baru berkembang dengan pesat. Anak begitu bersemangat mengeksplorasi berbagai hal di lingkungan.

Seorang anak akan mudah untuk menyerap hal-hal baru yang ditemuinya, termasuk kata-kata tidak pantas. Akibatnya, anak berkata kasar.


Luasnya pergaulan anak pra sekolah memang memberikan dampak positif pada kepribadian anak. Tetapi di sisi lain juga memberikan dampak buruk bagi anak.

Seperti meniru yang tidak semestinya, termasuk dalam pembendaharaan kata. Karena perilaku suka meniru dari anak-anak tidak bisa dihilangkan.

Lalu bagaimana orang tua harus bersikap menghadapi hal ini? Sementara anak-anak mungkin tidak paham apa yang mereka ucapkan. Berikut tipsnya, yang dilansir dari Kompas.

1. Saat anak mulai berkata kasar, awasi dan dampingi anak saat bermain.

Hindari lingkungan yang membiasakan penggunaan kata-kata tak pantas. Namun perlu diingat, kita tidak bisa terus-menerus “mensterilkan” lingkungan anak. Lambat-laun akan ada pengaruh dari lingkungan luar yang memang tidak sesuai dengan nilai-nilai positif yang telah ditanamkan di rumah (keluarga).

Dengan kata lain, amatlah sulit untuk mencegah hal ini terjadi. Yang bisa kita lakukan adalah dengan sabar dan telaten menjelaskan bahwa kata-kata itu sangat tidak pantas untuk diucapkan.

2. Tak perlu marah kala anak berkata kasar

Berusahalah tidak memarahi saat anak berkata kasar. Jangan terlampau mendramatisasi keadaan. Kemarahan terkadang justru membingungkan anak dan tidak efektif mencegahnya untuk kembali berkata kasar.

3. Saat anak berkata kasar, jelaskan arti katanya.

Coba tanyakan pada anak apa maksud anak berkata kasar. Mungkin ia hanya menggeleng. Artinya, ia memang belum paham arti kata-kata kasar/jorok itu dan belum sadar kalau kata-kata itu dapat menyakiti orang lain.

4. Bimbing dan arahkan saat anak berkata kasar

Terkadang anak tidak bisa dikasih tahu yntuk satu-dua kali. Namun tetaplah bersabar. Karena tugas orangtua adalah membimbing dan mengarahkan sang buah hati secara terus-menerus.

5. Buat kesepakatan saat anak berkata kasarBuat kesepakatan atau perjanjian dengan sang anak. Bila ia masih mengucapkan kata tersebut, padahal sudah dinasihati, maka ia akan dihukum sesuai yang sudah disepakati.

6. Jeli mencari penyebab anak berkata kasar

Orangtua harus jeli mencari penyebab anak makin senang menggunakan kata-kata kasar/jorok tersebut. Apakah tiap kali ia berucap kata-kata kasar, lalu ditertawakan oleh para anggota keluarga lain di rumah? Kalau memang demikian, beri pengertian pada anggota keluarga lainnya untuk tidak memberikan respons positif bila anak melontarkan kata-kata yang kurang pantas.

Ambil Sikap

Pada umumnya, saat anak berkata kasar, ia belum memahami benar arti kata-kata yang ia ucapkan. Ia pun belum memahami, apakah kata-kata itu pantas atau tidak pantas untuk diucapkan.

Jadi, anak mengatakan hal itu bukan bermaksud memaki, tetapi semata-mata hanya sekadar meniru. Apalagi jika reaksi lingkungan mendukung hal itu.

Bukankah bila ada anak yang lebih besar mengatakan si “gendut” atau ”hitam”, biasanya akan diikuti dengan sorakan atau tertawa? Nah, hal itu boleh jadi membuat anak tertarik untuk mengulanginya.

Pertama, karena kata-kata tersebut mungkin hal baru didengar baginya. Kedua, karena reaksi yang muncul diasosiasikan dengan kelucuan atau hal yang menyenangkan.


Tentunya orangtua tak boleh berdiam diri. Kita perlu meluruskan sikap atau perilaku anak agar tidak menimbulkan hal-hal negatif lain.

Apalagi kalau sampai menganggap, anak berkata kasar adalah hal biasa-biasa saja, bukan sesuatu yang ”tabu”.

Cari Artikel

close