JAGAD INDONESIA DIHEBOHKAN DENGAN ILMUAN MUDA YANG DISEBUT THE NEXT HABIBI
Mengapa demikian ? karena ilmuan muda yang bernama Dwi Hartanto ketahuan berbohong
Sosok Dwi Hartanto tengah jadi sorotan. Beberapa waktu lalu namanya muncul di sejumlah media massa, ilmuwan muda Indonesia ahli dirgantara dan roket. Dwi yang mengaku kandidat profesor di Technische Universitet (TU) Delft, Belanda ini juga mengaku tengah diminta untuk mengembangkan pesawat jet tempur generasi keenam yang super canggih.
Namun ternyata semua itu bohong belaka. Apa yang disampaikan Dwi Hartanto lewat media massa dan akun media sosial miliknya rupanya tak seluruhnya benar. Banyak informasi bohong. Dwi pun mengaku melebih-lebihkan beberapa hal, terutama soal roket dan prestasinya di bidang kedirgantaraan.
Siapa sebenarnya Dwi Hartanto?
Dia adalah pria kelahiran 13 Maret 1982. Usianya kini 35 tahun, bukan 28 tahun seperti pengakuannya dalam sebuah wawancara.
Dwi lulus S1 dari Teknik Industri di Institut Sains dan Teknologi Akademi Perindustrian (Akprind) Yogyakarta tanggal 15 November 2005. Bukan lulusan Institut Teknologi Tokyo.
Dwi menyelesaikan S2 di Fakultas Electrical Engineering, Mathematics and Computer Science di Technische Universitet (TU) Delft tahun 2009.
Dia meneruskan S3 di bidang Intelligent System Technische Universitet (TU) Delft. Saat ini statusnya adalah kandidat Doktoral, bukan calon profesor.
Atas gelar PhD yang sering disebutkannya, kini Dwi tengah menghadapi serangkaian sidang di kampusnya.
Dia juga mengaku mendapat beasiswa S2 dari pemerintah Belanda di Technische Universitet (TU) Delft. Namun lagi-lagi itu bohong.
"Tidak benar kuliah S2 saya dibiayai pemerintah Belanda. Kuliah S2 saya di TY Delft dibiayai oleh beasiswa yang dikeluarkan Depkominfo, Republik Indonesia," kata Dwi Hartanto dalam surat permintaan maafnya yang dimuat di halaman resmi PPI Delft, Jumat (7/10).
Dwi pun mengakui dia bukanlah ahli dalam bidang kedirgantaraan dan roket seperti yang sering digembor-gemborkan selama ini.
Roket yang diakuinya sebagai proyek dari lembaga antariksa Belanda, nyatanya proyek roket amatir mahasiswa sebagai ekstrakulikuler di kampusnya.
Dia juga tak pernah membuat proyek roket dan satelit untuk lembaga antariksa Jepang, Eropa dan Airbus Defence.
Begitu juga dengan klaimnya menjadi otak pengembangan pesawat tempur generasi keenam. Semuanya tidak benar. Foto saat Dwi menang lomba bergengsi soal antariksa juga ternyata hanya foto editan yang ditambah cerita karangannya.
Dwi mengaku bersalah menyampaikan informasi yang tidak benar. Dia berjanji tak akan melakukan perbuatan serupa.
"Saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dirugikan atas tersebarnya informasi yang tidak benar terkait dengan pribadi, prestasi dan kompetensi saya," sesal Dwi.