Apakah betul seperti itu bisa disebut anak yatim ?
Bukankah anak yatim itu anak yang ditinggal bapaknya meninggal, lantas jika anak hasil zina lalu ditinggal kabur atau bapaknya meninggal dunia apa juga disebut anak yatim, berikut penjelasannya
Pertanyaan
Assalamu’alaikum, Ustadz, mohon diulas definisi anak yatim. Misalnya, bapak biologis dari anak hasil zina meninggal dunia atau kabur atau pergi meninggalkan anak yang masih kecil, apakah itu disebut anak yatim? Bagaimana pula dengan anak yang ditinggal mati oleh ibunya, apaka juga disebut anak yatim? Dan sampai kapankah status yatim itu masih berlaku? Terima kasih
Jawaban.
Dalam bahasa Arab, kata yatim/yatimah berarti anak kecil yang kehilangan (ditinggal mati) ayahnya.[1] Begitu juga dalam istilah agama maknanya sama, tidak mengalami perubahan.[2] Batasannya adalah sampai dia dewasa (baligh), sebagaimana penjelasan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ
Tidak ada keyatiman setelah mimpi [Sunan Abu Dawud, no. 2873 dan dihukumi shahih oleh syaikh al-Albani]
Yang dimaksud dengan mimpi dalam hadits ini adalah mimpi basah yang merupakan penanda baligh. Termasuk dalam hukum ini juga penanda baligh yang lain, yakni tumbuhnya rambut kemaluan atau sudah mencapai umur 15 tahun juga haid bagi wanita.[3]
Adapun anak kecil yang ditinggal mati ibunya tidak disebut yatim, tapi punya istilah khusus yaitu ‘ajiyy/’ajiyyah,[4] dan dalam bahasa Indonesia disebut piatu. Piatu tidak disebut bersama yatim karena kematian ayahlah yang ghalibnya (bisanya) membuat seorang anak lemah dan kehilangan nafkah; karena memberi nafkah adalah tugas ayah, bukan ibu.
Dari definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa anak zina yang tidak memiliki pengasuh selain ibunya tidak dikategorikan sebagai yatim. Tapi hukumnya hukum yatim. Artinya jika dia membutuhkan asuhan, disunnahkan untuk mengasuhnya dan itu berpahala besar seperti pengasuhan anak yatim. Karena anak yatim dianjurkan untuk diberi kafalah (asuhan) karena kelemahan yang ada padanya. Hal ini diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اللَّهُمَّ إِنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ: الْيَتِيمِ وَالْمَرْأَةِ
Wahaia Allâh! Sungguh saya menganggap berat (dosa penindasan) hak dua kaum yang lemah: yatim dan wanita. [Sunan Ibnu Majah no. 3687 dan hadits ini dihukumi shahih oleh an-Nawawi dan al-Albani]
Maka disyariatkan mengasuh anak-anak yang lemah, baik itu yatim, piatu, anak zina, gelandangan dan sebagainya, dan semua berpahala besar insyaAllâh.[5]