Tak Hanya Binatang Turun Gunung, Kini Gunung Agung Tertutup Awan Tebal dan Juga Rintik Hujan!





Tanda-tanda Gunung Agung bakal meletus semakin terlihat.

Puluhan binatang seperti kera dan ular sudah mulai turun gunung. Kegempaan meningkat tajam.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pun tadi malam menetapkan status Gunung Agung naik dari Siaga (Level II) ke Awas (Level IV), yang merupakan tingkatan status tertinggi gunung berapi.


"Dengan ini kami sampaikan bahwa kita meningkatkan status Gunung Agung dari Siaga menjadi Awas atau Level IV. Mulai malam ini (tadi malam) status Awas pukul 20.30 Wita. Radius tadinya 6 jadi 9, yang sektoral dari 7 menjadi 12," kata Kepala PVMBG, Kasbani, di Pos Pengamatan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Jumat (22/9/2017) malam.

Dari pemantauan pos tadi malam, Gunung Agung tak terlihat.

Gunung tertinggi di Bali ini tertutup awan tebal dan turun rintik hujan.

"Kantung magma masih tetap tapi fluida sudah naik ke permukaan dan rentetan gempa semakin intensif, tapi masih belum tahu meletusnya kapan," tambah Kasbani.

Senada dengan Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG, I Gede Suantika.

Menurutnya, secara visual belum tampak kepulan abu di puncak Gunung Agung tapi kegempaan terus meningkat tajam sejak tiga hari terakhir.

"Hari ini (kemarin), meningkat tajam. Dari situ akhirnya disimpulkan kenaikan status dari Siaga ke Awas pada pukul 20.30 Wita," ungkapnya.

Rekomendasi PVMBG adalah masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak beraktivitas, tidak melakukan pendakian dan tidak berkemah di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area di dalam radius 9 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung dan ditambah perluasan sektoral ke arah Utara, Timur Laut, Tenggara dan Selatan-Baratdaya sejauh 12 kilometer.

Di dalam radius ini tidak boleh ada wisatawan atau aktivitas masyarakat di dalamnya.

Kepala PVMBG telah melaporkan kenaikan status Awas tersebut kepada Kepala BNPB, BPBD Provinsi Bali dan BPBD kabupaten di sekitar Gunung Agung untuk diambil antisipasi.

Dengan peningkatan status Awas, Kepala Pelaksana Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Bali, Dewa Made Indra, mengingatkan warga untuk tidak melakukan aktivitas di daerah bahaya.


"Zona merah di radius 9 km plus sektoral barat daya, selatan, tenggara, timurlaut, dan utara sejauh 12 km," ujarnya.

Pada Jumat (22/9/2017) kemarin, peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Agung terus meningkat.

Magma di dalam kawah terus naik ke permukaan.

Gempa tektonik lokal mulai dirasakan warga yang berada di kawasan rawan bencana III, II, I (KRB I). Seperti di Kecamatan Kubu, Rendang, Manggis, dan Karangasem.

Kasbani menjelaskan, gempa hampir mencapai 600 kali.

Sedangkan dalam periode pukul 00.00-12.00 Wita terjadi 58 gempa vulkanik dangkal, 318 kali gempa vulkanik dalam, dan 44 kali gempa tektonik lokal.

Amplitudo vulkanik dalam masih stagnan rata-rata 4 sampai 8 mm.

Untuk vulkanik dangkal amplitudo 3-5 MM, durasinya 10-11 detik. Gempa tektonik lokal amplitudonya 7-8 MM, durasi mengalami peningkatan drastis dari 30-47 detik menjadi 36-89 detik.

Kasbani menambahkan, magma terus naik ke permukaan. Asap kawah mulai naik ke atas, dan menutupi gunung agung.

“Sekarang masih tinggi-tingginya (gempa). Setiap hari aktivitasnya lebih tinggi dibanding hari sebelumnya. Sejak ditetapkan level II (Waspada) tanggal 14 September, jumlah gempa puluhan. Saat meningkat ke Siaga, jumlah gempa naik hingga ratusan kali,” katanya.

Seperti diketahui, energi yang dihasilkan dari aktivitas magma di bawah kawah Gunung Agung cukup tinggi.

Itu bisa diprediksi dari jarak waktu letusan pada 54 tahun silam, dari tahun 1963.

Karakter Gunung Agung sangat eksplosif, berbeda dengan gunung berapi lainnya yang berada di Indonesia.

Dilihat dari frekuensi gempa serta kekuatan amplitudo, perubahannya begitu cepat dan meningkat begitu tajam.

Perubahan yang ditunjukkan Gunung Agung sangat berpotensi ke arah letusan.

"Tapi belum bisa dipastikan kapan terjadi letusan. Petugas akan terus membaca tanda-tanda dari gunung," tandas Kasbani.

Tanda dari Binatang

Sementara itu, sejumlah binatang yang selama ini hidup di kawasan puncak Gunung Agung dikabarkan sudah mulai turun ke lereng gunung.

Binatang-binatang tersebut masuk ke pemukiman warga.

Bendesa Adat Sogra, Kecamatan Selat, Jro Mangku Wayan Sukra, mengatakan binatang seperti monyet dan ular sudah mulai keluar sejak tiga hari lalu.

"Mungkin kepanasan di atas Gunung Agung,” kata Jro Mangku Sukra, Jumat (22/9/2017).

Pria yang juga Panglingsir Pura Pasar Agung, Desa Adat Sogra, ini menjelaskan, turunnya binatang dari puncak gunung merupakan tanda akan terjadi erupsi.

Biasanya antara 1-3 bulan sebelum erupsi, katanya, hewan di gunung turun dan masuk ke rumah warga.

Dikatakan, sebelum Gunung Agung erupsi tahun 1963, binatang buas di atas gunung juga keluar.

Seperti macan, ular, kera, dan binatang unik yang jarang ditemukan di pemukiman warga.

“Hewan yang turun jumlahnya masih sedikit, bisa dihitung. Kebanyakan hewan turun hingga di parkiran Pura Pasar Agung. Mungkin ini tanda-tanda gunung akan meletus. Kondisi ini tidak seperti biasanya,” aku Jro Mangku Sukra.

Untuk tanda lainnya masih belum tampak.

Seperti hujan abu yang membuat gatal dan luka jika menempel di badan.

Tanda secara niskala seperti ada bunyi baleganjur dan gamelan hingga kini belum muncul.

”Kalau gempa sudah sering terjadi. Makanya saya mengungsi,” tambah Jro Mangku.

Penyisiran Brimob


Aktivitas vulkanik Gunung Agung yang terus meningkat membuat pemerintah bergerak cepat mengosongkan daerah berbahaya seperti rekomendasi PVMBG.

Personel Brimob Polda Bali pun ikut diterjunkan ke lapangan.

Kemarin, personil Brimob Polda Bali melakukan penyisiran wilayah rawan bencana dan mengimbau warga di Desa Temukus segera mengungsi.

Desa Temukus berjarak sekitar tiga kilometer dari Gunung Agung.

Penyisiran dilakukan karena masih ada sejumlah warga yang enggan mengungsi meski gempa terus terjadi.

Kondisi ini tentunya membahayakan bagi warga di zona berbahaya.

Warga masih memilih kembali ke rumah pada siang hari dan baru ke pengungsian pada malam hari.

Hal ini dilakukan warga untuk memberi pakan ternak dan mengurusi lahan.

Adapun warga dari daerah yang masuk kawasan rawan bencana (KRB) II sudah mengungsi sejak Kamis (21/9/2017) malam.

Daerah yang masuk KRB II di antaranya Desa Amerta Bhuana Kecamatan Selat, Desa Pempatan Kecamatan Rendang, Desa Tulamben Kecamatan Kubu, Desa Datah serta Desa Pidpid Kecamatan Abang.

Wayan Eka (28), pengungsi asal Banjar Dinas Abian Tihing, Desa Amerta Buana mengatakan, warga mulai ketakutan karena geteran gempa terasa hingga ke pemukiman warga di Desa Amerta Buana.

Kekuatan gempa cukup keras, dan berlangsung cukup lama.

“Untuk di Abian Tihing, warga yang ngungsi skitar 200 orang. Mereka ngungsi sekitar Posko Pengungsian di Rendang. Ada juga yang mengungsi ke Denpasar serta Klungkung ikut keluarga,” kata Eka.

Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemda Krangasem, Gede Waskita Sutha Dewa, membenarkan ada warga dari KRB II sudah mengungsi.

Warga yang tinggal sekitar KRB III dan KRB II masih dievakuasi oleh BPBD Karangasem, Kepolisian Resort (Polres) Karangasem, dan Kodim 1623 Karangasem.

Dari 97.017 warga yang tinggal di KRB III dan II, sebanyak 6.400 jiwa yang mengungsi.

Masing-masing di Lapangan Ulakan sekitar 221 jiwa, Buleleng 1.199 jiwa, Lapangan GOR Sweca Klungkung 549 jiwa, Sidemen 1.137 jiwa, Bebandem 1.730 jiwa, Rendang 1.564 jiwa.

“Untuk data seluruhnya masih proses rekapitulasi. Yang mengungsi baru sebagian. Masih banyak warga yang tinggal di rumah, alias tercecer. Kita akan terus lakukan pendekatan,” kata Waskita.

Adapun Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan bahwa pengungsi tersebar di 50 titik pengungsi di Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Buleleng. Pengungsi di Kabupaten Karangasem terdapat 7.018 jiwa yang tersebar di 40 titik pengungsian, di Kabupaten Buleleng 1.722 jiwa pengungsi di 8 titik, dan di Kabupaten Klungkung terdapat 1.496 jiwa.

Cari Artikel

close