Setiap pasangan yang telah berumah tangga, salah satu kebutuhan yang menjadi prioritas adalah tempat tinggal.
Saat ini begitu banyak pengembang yang menawarkan konsep rumah murah dan minimalis.
Meskipun demikian tak semua pasangan yang telah berkeluarga mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Alasan utamanya, tentu saja soal ekonomi, karena ada sejumlah uang yang perlu dikeluarkan, denga nominal jumlah yang lumayan besar.
Namun, apa yang dialami pasangan suami istri sungguh di luar dugaan.
Wanita ini menceritakan kisah kehidupan rumah tangannya.
Dilansir dari Eberita.org, wanita ini mengaku sangat ingin memiliki rumah.
Suaminya memiliki gaji yang sangat besar, yaiut sebesar Rp 30 juta perbulan.
Anehnya sang suami menolak membeli rumah.
Akhirnya wanita ini memutuskan untuk minta cerai, apalagi setelah melihat buku tabungan suaminya itu.
Berikut kisah selengkapnya:
Aku dan Sinyo sudah menikah selama 5 tahun, namun kami masih belum mempunyai rumah.
Dulu ketika baru saja menikah, gaji 4 juta yang Sinyo dapatkan dalam sebulan hanya cukup dipakai untuk keperluan sehari-hari dan menyewa rumah.
Akan tetapi, dua tahun lalu Sinyo akhirnya mendapat promosi dan berhasil naik jabatan sehingga gajinya naik hingga mencapai 20 juta sebulan.
Sinyo adalah suami yang baik dan bertanggung jawab, ia juga sangat menyayangi aku dan putri kami.
Namun Sinyo memiliki satu kekurangan:
ia terlalu menuruti kedua orang tua dan adiknya.
Tahun lalu ketika adik Sinyo hendak menikah, ibu Sinyo menyuruh Sinyo untuk memberikan hadiah sebesar 40 juta rupiah! Ya, 40 JUTA RUPIAH!!
Ketika aku dan Sinyo menikah, orang tua sinyo hanya memberikan 2 juta Rupiah saja.
Aku heran, mengapa kini mereka minta Sinyo untuk memberikan hadiah sebesar 40 juta Rupiah?
Aku melarang Sinyo untuk memberikannya.
"Gak salah apa? Itu hadiah pernikahan atau mas kawin?
Toh Rudi juga selama ini bekerja dan punya tabungan sendiri…."
Namun tak kusangka, Sinyo akhirnya tetap memberikannya secara diam-diam.
Ketika tahu akan hal tersebut, aku marah besar!
Aku kecewa Sinyo tidak mendengarkan perkataanku, ia bahkan tidak jujur terhadapku!
Saking marah dan kecewa, sempat terpikir di benakku untuk bercerai.
Akan tetapi aku akhirnya membatalkan niat tersebut dan memutuskan untuk memberi Sinyo kesempatan kedua.
Kini gaji Sinyo mencapai 30 juta sebulan, aku pun minta pada Sinyo untuk membeli rumah.
Jika perhitunganku tidak meleset, kami sudah bisa membayar uang muka pembelian rumah dengan cicilan tak lebih dari 7 tahun!
Namun ketika aku menyatakan keinginanku tersebut, Sinyo tiba-tiba gelagapan.
Ia memberikan seribu satu alasan untuk tidak membeli rumah terlebih dahulu.
Aku merasa ada sesuatu yang Sinyo sembunyikan dariku.
Oleh sebab itu, ketika Sinyo sedang tidak ada di rumah, diam-diam aku mengambil buku tabungan Sinyo dan mengecek isinya.
Tak disangka, uang di buku tabungan Sinyo hanya ada 20 juta saja! Dengan gaji yang didapatkan Sinyo beberapa tahun belakangan, mana mungkin tabungannya hanya ada 20 juta…?
Ketika Sinyo pulang, aku langsung menyodorkan buku tabungan ke depan muka Sinyo.
Ia kemudian memberitahu bahwa beberapa waktu lalu Rudi ingin membeli rumah, namun uangnya tidak cukup.
Orang tua Sinyo menyuruhnya untuk memberi Rudi pinjaman sebesar 400 juta! Aku diam mematung mendengar perkataan Sinyo.
"Kita cerai saja…"ujarku dingin. "Kamu tahu sudah lama aku ingin punya rumah sendiri"
Sekarang ketika kamu sudah memiliki uang yang cukup, kamu malah memilih untuk membelikan adikmu rumah"
"Lebih parahnya lagi, kamu mengulang kesalahan yang sama: memberikannya diam-diam di belakangku!"
"Apa artinya pernikahan jika tidak ada kejujuran, keterbukaan, dan kepercayaan?"
"Apakah kamu masih menganggapku istrimu?"
"Kelihatannya keluargamu memang lebih penting daripada diriku."
"Jika demikian, silahkan kamu kembali kepada keluargamu tercinta"
"Anggap saja aku tak pernah ada dalam hidupmu!" kataku dengan nada tinggi"
"Sinyo berusaha untuk minta maaf, namun aku sudah terlalu terluka…"
"Aku memutuskan untuk keluar dari rumah dan tinggal di rumah orang tuaku untuk jangka waktu yang tidak ditentukan"
"Mungkin 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun, atau bahkan selamanya"
"Aku rasa ini adalah waktu yang tepat untuk aku dan Sinyo menginstropeksi diri masing-masing"
"Meskipun jauh di dalam lubuk hati aku tak ingin bercerai, namun jika Sinyo tetap tak mengubah sikapnya mengenai perihal ini, maka aku memilih untuk bercerai..."