Berlin, putri pasangan Ardiansyah (40) dan Delpasari (31), dibawa naik angkot dari Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) di Jl Rivai menuju Bundaran Radin Inten di Hajimena dengan jarak sekitar 7,1 kilometer.
Kisah tragis warga miskin yang tak mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan manusiawi meski telah memiliki kartu BPJS Kesehatan kembali terulang.
Kisah miris itu kini terjadi di Lampung.
Bayi satu bulan asal Abung Timur, Lampung Utara harus dibawa naik angkot karena dimintai uang Rp 2 juta untuk ambulans RSUD Abdul Moeloek, Provinsi Lampung.
Berikut 7 fakta miris dan aneh yang Tribun rangkum atas kejadian yang lagi-lagi menimpa warga tak mampu tersebut.
1. Meratapi kesedihan ditinggal mati anak, masih dimintai uang
Adakah kejadian yang lebih pilu dibanding kehilangan seorang anak yang dicintai untuk selama-lamanya?
Kesedihan ditinggal mati anak itu harus ditanggung pasangan Ardiansyah (40) dan Delpasari (31).
Yang lebih miris, meski sedang meratapi kehilangan anak, mereka masih juga dimintai uang Rp 2 juta untuk membawa jenazah bayinya ke rumah duka yang waktu tempuhnya sekitar 3 jam.
Karena orangtuanya tidak punya uang, jenazah Berlin Istana terpaksa dibawa naik angkutan kota, Rabu (20/9).
2. Sepanjang jalan menangis, jenazah ditutupi kain
Delpasari (31) menggendong Berlin, putrinya yang telah meninggal dunia, dengan menaiki angkot dari Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) di Jl Rivai menuju Bundaran Radin Inten di Hajimena dengan jarak sekitar 7,1 kilometer. (instagram)
Berlin, putri pasangan Ardiansyah (40) dan Delpasari (31), dibawa naik angkot dari Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) di Jl Rivai menuju Bundaran Radin Inten di Hajimena dengan jarak sekitar 7,1 kilometer.
Mereka semula hendak membawa jenazah sang bayi menggunakan bus dari Hajimena ke Lampung Utara, yang memakan waktu sekitar 2 jam.
Namun, berkat bantuan warga yang menelepon Ambulans Gratis Pemkot Bandar Lampung, akhirnya perjalanan dilanjutkan menggunakan ambulans.
3. Cuma gara-gara administrasi
Berlin, putri pasangan Ardiansyah (40) dan Delpasari (31), dibawa naik angkot dari Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) di Jl Rivai menuju Bundaran Radin Inten di Hajimena dengan jarak sekitar 7,1 kilometer.
Mereka semula hendak membawa jenazah sang bayi menggunakan bus dari Hajimena ke Lampung Utara, yang memakan waktu sekitar 2 jam.
Namun, berkat bantuan warga yang menelepon Ambulans Gratis Pemkot Bandar Lampung, akhirnya perjalanan dilanjutkan menggunakan ambulans.
3. Cuma gara-gara administrasi
Manajemen RSUD Abdul Moeloek memberikan klarifikasi.
Bagaimana awal cerita tragis ini? Ardiansyah, ayah korban, yang ditemui Tribun di Abung Timur, Rabu malam, menuturkan, awal permasalahan terjadi ketika ia mengurus administrasi kepulangan jenazah bayinya dari RSUDAM.
Saat itu, petugas RSUDAM mengatakan adanya perbedaan nama yang tercantum, antara kartu BPJS dengan nama yang tertera di bagian formulir pendaftaran.
"Nama yang tertera saat pendaftaran adalah Delpasari, sementara di kartu BPJS tertera Berlin Istana," kata Ardiansyah saat ditemui di rumah duka, Rabu malam.
Delpasari adalah nama ibu sang bayi.
Petugas rumah sakit itu mengatakan, jika terjadi hal demikian, harus diurus ulang dan memakan waktu yang lama.
4. Fakta aneh keempat, ibu dan bayi sudah di dalam ambulans, lalu ada negosiasi dan dimintai uang
Delpa, ibu korban, saat itu sudah berada di dalam mobil ambulans milik RSUDAM.
Tetapi, oleh suaminya ia diminta turun, karena tidak memiliki uang sebagaimana yang diminta sang sopir.
"Istri saya kemudian yang gendong Berlin naik angkot," ujarnya.
5. Penumpang Angkot beri info penting
Ketika di dalam angkot, kata Ardiansyah, ada seorang perempuan yang memberitahukan layanan Ambulans Gratis Pemkot Bandar Lampung.
Sopir angkot kemudian menelepon layanan ambulans tersebut.
"Saya sempat menunggu setengah jam hingga datangnya ambulans di Bundaran Radin Inten Rajabasa," ujarnya.
Kepala Pengawas Mobil Ambulans Gratis Kota Bandar Lampung, Agus Putra (45), mengatakan, sebelumnya pihaknya mendapatkan telepon dari seorang warga Hajimena, Natar.
Ia menyebutkan terdapat sepasang keluarga sedang membutuhkan pertolongan, yakni butuh mobil ambulans.
"Tujuan mereka hendak ke Lampung Utara, namun mereka hendak menaiki mobil bus," cerita Agus saat ditemui Tribun di posko pelayanan di Tugu Adipura, tadi malam.
Setelah mendapat informasi, pihaknya langsung meminta izin kepada Wali Kota Bandar Lampung Herman HN mengingat perjalannya cukup jauh.
"Ternyata mendapat persetujuan oleh beliau untuk mengantarkanya dan petugas yang mengantarkan adalah bernama Jefri," ujarnya.
6. Sopir saja sampai iba
Bagaimana awal cerita tragis ini? Ardiansyah, ayah korban, yang ditemui Tribun di Abung Timur, Rabu malam, menuturkan, awal permasalahan terjadi ketika ia mengurus administrasi kepulangan jenazah bayinya dari RSUDAM.
Saat itu, petugas RSUDAM mengatakan adanya perbedaan nama yang tercantum, antara kartu BPJS dengan nama yang tertera di bagian formulir pendaftaran.
"Nama yang tertera saat pendaftaran adalah Delpasari, sementara di kartu BPJS tertera Berlin Istana," kata Ardiansyah saat ditemui di rumah duka, Rabu malam.
Delpasari adalah nama ibu sang bayi.
Petugas rumah sakit itu mengatakan, jika terjadi hal demikian, harus diurus ulang dan memakan waktu yang lama.
4. Fakta aneh keempat, ibu dan bayi sudah di dalam ambulans, lalu ada negosiasi dan dimintai uang
Delpa, ibu korban, saat itu sudah berada di dalam mobil ambulans milik RSUDAM.
Tetapi, oleh suaminya ia diminta turun, karena tidak memiliki uang sebagaimana yang diminta sang sopir.
"Istri saya kemudian yang gendong Berlin naik angkot," ujarnya.
5. Penumpang Angkot beri info penting
Ketika di dalam angkot, kata Ardiansyah, ada seorang perempuan yang memberitahukan layanan Ambulans Gratis Pemkot Bandar Lampung.
Sopir angkot kemudian menelepon layanan ambulans tersebut.
"Saya sempat menunggu setengah jam hingga datangnya ambulans di Bundaran Radin Inten Rajabasa," ujarnya.
Kepala Pengawas Mobil Ambulans Gratis Kota Bandar Lampung, Agus Putra (45), mengatakan, sebelumnya pihaknya mendapatkan telepon dari seorang warga Hajimena, Natar.
Ia menyebutkan terdapat sepasang keluarga sedang membutuhkan pertolongan, yakni butuh mobil ambulans.
"Tujuan mereka hendak ke Lampung Utara, namun mereka hendak menaiki mobil bus," cerita Agus saat ditemui Tribun di posko pelayanan di Tugu Adipura, tadi malam.
Setelah mendapat informasi, pihaknya langsung meminta izin kepada Wali Kota Bandar Lampung Herman HN mengingat perjalannya cukup jauh.
"Ternyata mendapat persetujuan oleh beliau untuk mengantarkanya dan petugas yang mengantarkan adalah bernama Jefri," ujarnya.
6. Sopir saja sampai iba
Jefri Irwansyah, sopir ambulans yang mengantar jenazah Berlin, mengaku iba dengan kondisi keluarga Ardiansyah.
Ia pun mengantarkan keluarga tersebut ke Dusun Labuhan Dalam, Desa Gedung Nyapah, Kecamatan Abung Timur, Lampung Utara.
Jefri mengatakan, sekitar pukul 20.30 WIB pihaknya sudah sampai di Desa Bumi Agung.
"Kalau perjalanan dari Bandar Lampung berangkat sekitar pukul 17.15 WIB. Jadi kurang lebih perjalanan memakan waktu 3 jam lebih," ujar Jefri.
7. Benarkah karena salah paham?
Direktur Pelayanan Rumah Sakit Abdul Moelok, dr Pad Dilangga, mengungkapkan, peristiwa meninggalnya pasien bayi yang kemudian dibawa menggunakan angkutan umum karena masalah kesalahpahaman.
Menurutnya, pasien meninggal karena kelainan bawaan yakni meningocele di ICU sekitar pukul 15.15 WIB.
"Kemudian kami akan pulangkan dengan ambulans. Keluarga sudah mengurus ambulans dan jenazah dibawa ke ambulans. Tetapi ternyata ada sedikit miss dalam hal administrasi," kata Pad Dilangga dalam klarifikasi pihak RSUAM, Rabu malam.
Menurutnya, masalah miss administrasi ini ada pada nama jenazah.
Jenazah merupakan bayi yang baru lahir dan masih menggunakan nama ibunya.
"Lalu sopir ambulans mau klarifikasi dulu agar tidak salah. Ini juga perlu mengantisipasi agar tidak salah nama, kemudian petugas ambulans memanggil ayah pasien," katanya.
Pad Dilangga mengatakan, sopir ambulans kemudian memohon pada keluarga pasien untuk menyelesaikan administrasi yang miss tersebut.
"Memang, kalau pasien siapapun, baik jenazah maupun pasien, harus tertib administrasi. Nah, mungkin kurang sabar orang tuanya, sehingga jenazah sang bayi itu dibawanya langsung," ujarnya.
Pad Dilangga menuturkan, penyelesaian masalah sebenarnya tidak membutuhkan waktu yang tidak lama.
"Mungkin keluarga sudah panik, bingung, dan buru-buru sehingga memakai kendaraan umum. Jadi kami memaklumi, sementara kami juga punya SOP," ujarnya.
Ucok (30), sopir ambulans, mengatakan, jenazah sudah sempat masuk ke dalam ambulans.
"Berkasnya ada yang salah, atas nama almarhum. Kemudian saya ajak bicara untuk menyelesaikan masalah administrasi ini. Semua sudah siap jam 16.00 WIB bisa keluar, tapi orangnya pergi dulu," katanya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Lampung, Achmad Chrisna Putra, berharap penjelasan dari pihak Rumah Sakit bisa berimbang.
"Jadi masyarakat bisa menerima secara bijak kabar ini, saya memposisikan diri dalam permasalahan ini hanya hadir untuk mendampingi pihak Rumah Sakit memberikan klarifikasi kepada media, karena peranan ini penting dalam penyebarannya," ujar Chrisna.